Thursday, June 25, 2009

PLAYING ANALYST - Pilpres Putaran I – Pertarungan Sebenarnya: Jk-Wiranto Vs Mega-Pro

Salam-Jakarta.

Mungkin judul di atas agak aneh dan keluar dari tema serunya persaingan kampanya antara pasangan kandidat SBY-Boediono melawan para penantangnya JK-Wiranto dan Megawati-Prabowo.

Sebelumnya tentunya kita tidak lupa bersyukur karena sampai hari ini ‘pesta demokrasi’ dengan segala kekurangannya masih berlangsung dengan relatif damai, dan tidak ada kejadian negatif yang luar biasa.

Berbagai cara dan agenda, dan tidak ketinggalan , janji-janji, tengah dilakukan oleh para kandidat dalam kampanyenya. Berbagai polling/survey jejak pendapat telah pula dilakukan oleh para lembaga survei. Begitu juga dengan berbagai analisa dan skenario telah dikemukakan para pengamat politik.

Kalau kita anggap semua polling itu benar, maka kita akan mempunyai 3 presiden dan wakil presiden sekaligus :) Seperti diketahui, ada yang bilang satu putaran saja untuk SBY-Boediono, ada polling yang memenagkan pasangan Mega-Prabowo, dan ada juga yang menempatkan JK-Wiranto pada urutan teratas.

Namun dari berbagai polling yang beredar, ada beberapa hal yang mungkin bisa kita tarik sebagai trend, yaitu: adanya penurunan elaktabilitas SBY-Boediono, dan kenaikan untuk pasangan JK-Wiranto. Sedangkan Megawati-Prabowo cenderung stabil. Yang akan menjadi pertanyaan adalah seberapa jauh penurunan dan kenaikan itu, mengingat Pilpres tinggal sebentar lagi.

Dari semua pasangan yang ada, nampaknya pasangan JK-Wiranto paling banyak disorot. Kenapa?

Pertama karena (pada awalnya) mereka dianggap sebagai pasangan paling bontot dan mungkin sebagai pelengkap saja untuk pertarungan utama SBY vs Mega seri 2 (seri 1 – Tahun 2004). Kedua adalah karena cara mereka berkampanye. Tiada hari tanpa JK-Wiranto, “bersilaturahmi” dan tebar pesona kemana-mana, pandai menyambar isu-isu hangat untuk kepentingan kampanya (seperti Manohara, Prita, TKW, Alusista TNI), cukup agresif, dan berani klaim ini-itu, dan iklan televisi yang cukup menarik. Memang cara itulah yang nampaknya dipilih oleh team sukses mereka, karena elektabilitas mereka mulai dari posisi paling bawah (menurut survey) sedangkan masa kampanye sangat singkat, maka mereka harus “keluar” dan “menyerang”, agar menarik perhatian pemilih.

Terlepas dari suka/tidak suka, etis/tidak etis, benar/tidak –nya isi serta setuju/tidaknya dengan cara kampanye mereka, ternyata cara itu cukup efektif dalam menarik minat pemilih, setidaknya dalam survei. Karena dalam beberapa survey, pasangan JK-Wiranto ini selalu dalam tren yang menaik. Dan bukan tidak mungkin, atau paling tidak, akan memaksa pemilu menjadi dua putaran.

Di lain pihak, meski elektabilitasnya menunjukan tren menurun, namun pasangan SBY-Boediono tetap yakin akan menang satu putaran, dan tentunya mereka akan berusaha keras untuk menjaga momentum itu, karena jika sampai Pilpres berlangsung 2 putaran, ada kemungkinan “musuh”-nya akan bertambah besar dengan skenario bergabungnya pasangan yang tidak lolos dan mengusung kembali “Koalisi Besar” (PDIP, Golkar, Hanura, Gerindra, dll) melawan sang incumbent SBY.

Tapi….itu tergantung siapa yang akan menantang SBY-Boediono di putaran kedua. Jika yang maju putaran kedua adalah SBY-Boediono ditantang JK-Wiranto, maka skenario mengusung Koalisi Besar diatas lebih mungkin terjadi. Sedangkan apabila ternyata Megawati-Prabowo yang maju sebagai penantang SBY-Boediono, maka akan ada beberapa skenario (menurut para pengamat politik) yang mungkin bukan hanya menentukan nasib Koalisi Besar kedepan namun juga nasib JK sebagai ketua umum Golkar, dan kemana arah dukungan politik Golkar.

Beberapa pengamat menyatakan jika SBY-Boediono memenangkan Pilpres dalam satu putaran saja, atau jika Pilpres berlangsung 2 putaran dan pasangan JK-Wiranto gagal maju ke putaran kedua, maka posisi JK sebagai orang nomor satu Golkar ada kemungkinan akan digoyang. JK akan dianggap “sudah saatnya mundur/diganti”, setelah kalah dalam Pileg dan Pilpres. Skenario yang beredar akan ada faksi/kubu dalam Golkar yang mengajukan Munas, atau apapun namanya, yang pada intinya berusaha untuk mempercepat penggantian pucuk pimpinan Golkar. Kabarnya JK juga sudah merestui apabila diadakan Munas dipercepat apabila dia kalah dalam Pilpres. Dan penggantian pucuk pimpinan Gokar inilah yang akan menentukan kearah mana dukungan politik Golkar di tujukan.

Menurut beberapa media dan pengamat politik, ada dua kubu yang kemungkinan akan saling berhadapan. Kubu pertama dimotori Aburizal Bakrie, Agung Laksono, Akbar Tanjung (trio Alpha), dan kedua adalah kubu Surya Paloh. Aburizal dan Akbar pernah dikabarkan “mendekat” ke kubu SBY sedangkan Surya Paloh dikenal dekat dengan Taufik Kemas/kalangan PDIP. Maka beredar skenario bahwa apabila ternyata kubu trio Alpha berhasil menang dalam perebutan pucuk pimpinan Golkar, besar kemungkinan akan mengarahkan partai Golkar untuk balik mendukung SBY-Boediono pada putaran 2 Pilpres, dengan imbalan tentunya partisipasi/kursi di pemerintahan (ini kemungkinan bisa berpotensi menimbulkan kekisruhan baru di dalam koalisi SBY mengenai pembagian kursi kabinet dsb..). Sedangkan Kubu Surya Paloh tampaknya cenderung untuk memililih melanjutkan ‘Koalisi Besar” bersama PDIP, Gerindra, Hanura, dll dan mendukung Megawati-Prabowo.

Berdasarkan (sekali lagi) hasil berbagai polling, target terdekat yang realistis yang harus dicapai lawan-lawan SBY adalah “mencegah” Pilpres berlangsung hanya satu putaran saja. Nah tentunya akan jadi pertanyaan siapa yang akan jadi penantang SBY di putaran 2?

Disinilah mengapa mengapa pertarungan ronde pertama ini pada tataran tertentu adalah antara pasangan JK-Wiranto melawan Megawati Prabowo. Namun karena mereka sudah tergabung dalam Koalisi Besar sebelum pasangan Pilpres terbentuk, maka nampaknya mereka enggan untuk saling serang. Dan mereka lebih memilih secara bersama sama untuk mencoba menggembosi popularitas SBY dengan bersama sama menyerang sang incumbent. Namun kalau targetnya adalah secara bersama-sama menggeser SBY ke pringkat ketiga atau mengalahkan SBY-Boediono dalam satu putaran agaknya akan terlalu sulit (lagi-lagi berdasarkan survey & para pengamat politik), meski bukan mustahil juga. Jadi yang lebih realistis adalah mencoba untuk membuat Pilpres menjadi 2 putaran.

Bagi JK sudah jelas, dia harus maju ke putaran 2 dan memenangkannya. Sedangkan buat Megawati juga tidak ingin dipencundangi untuk kedua kalinya, apalagi harus kalah lebih awal di putaran 1 akan membuat pendukung setianya patah hati tentunya, lagi pula kalau nggak sekarang kapan lagi beliau akan punya kesempatan. Lebih-lebih lagi pasangannya Prabowo sudah mengeluarkan begitu banyak ide-ide baru, energi, dan biaya sejak dia membentuk Gerindra.

Mau tidak mau mereka harus saling berhadapan untuk menjadi penantang SBY-Boediono di Pipres jika berlangsung 2 putaran karena meskipun ada tren penurunan elektabilitas, namun nampaknya pasangan SBY-Boediono ini akan sulit dikalahkan dalam satu putaran saja atau tiba-tiba menjadi urutan ke 3, karena modal awal pasangan SBY-Boediono ini sudah sangat tinggi, terutama popularitas SBY seperti dalam Pileg yang sudah berlangsung.

Jadi jika skenario di atas benar, maka suka atau tidak suka, Pilpres putaran 1 ini bukan hanya pertarungan SBY vs Non-SBY, tetapi juga pertarungan Megawati-Prabowo vs JK-Wiranto untuk menuju putaran ke 2..

Mari kita tunggu saja hasil Pilpres putaran 1….and may the best candidate win.