Thursday, July 16, 2009

Sekali lagi, Awas hati-hati menulis surat pembaca, email !!!


Oleh Salam-Jakarta, dari berbagai Sumber

Akhirnya Khoe Seng Seng (Aseng) dinyatakan bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tinggi Jakarta Timur (Rabu, 15/7) dalam kasus pencemaran nama baik dan divonis enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun. Tapi hakim mengatakan hukuman enam bulan tersebut tidak akan dikenakan apabila dalam masa satu percobaan satu tahun terdakwa tidak terjerat kasus pidana.

Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun

Dalam putusannya majelis hakim menyatakan bahwa surat pembaca yang dimuat dalam media merupakan tanggung jawab penulis dan redaktur media bersangkutan. Dengan demikian Aseng telah melakukan pencemaran nama baik dengan mengirimkan surat keluhan terhadap PT Duta Pertiwi yang ditampilkan di sejumlah media pada medio 2006.

Sebelumnya Aseng, sebagai tergugat, telah memenangkan kasus penuntutan ganti rugi oleh pihak penggugat PT Duta Pertiwi, sehingga dia tidak harus membayar 1 milyar rupiah (Baca juga: Satu lagi terdakwa kasus pencemaran nama baik 'dibebaskan' ).

Kasus ini bermula ketika Aseng menulis surat pembaca di harian terkemuka ibukota (Kompas dan Suara Pembaruan, tahun 2006), bahwa developer (PT Duta Pertiwi) tidak secara transparan memberikan informasi status tanah ITC Mangga Dua kepada calon pembeli. Belakangan diketahui bahwa HGB ITC terbit di atas Hak Pengelolaan Lahan (HPL) milik Pemprov DKI Jakarta. Dari pada itu pihak developer dianggap telah membohongi konsumen (para pembeli kios) terkait soal HGB tersebut. Pendek kata Khoe merasa Duta Pertiwi telah wanprestasi dalam perjanjian jual beli mereka. Namun dalam persidangan kemaren, hakim menyatakan Aseng telah mengetahui tentang status tersebut dalam rapat pada September 2006 antara pengembang dan pemilik kios serta dihadiri juga oleh staf Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Salah satu landasan hakim dalam putusannya adalah keterangan saksi ahli yaitu Wakil Ketua Dewan Pers Leo Batubara, yang mengatakan bahwa penulis dan redaksi media bisa dimintai pertanggungjawabannya terhadap surat pembaca yang disebarkan oleh media tersebut, karena semua media telah sepakat bahwa surat pembaca adalah termasuk tanggung jawab dari redaksi, seperti yang terkait dengan Undang-Undang Pers. Sehingga sebuah tulisan yang ditampilkan dalam media dapat disebut sebagai karya jurnalistik bila sudah ada campur tangan redaksional. Namun begitu Leo meminta agar bila terdapat ketidaksetujuan atas isi surat pembaca agar diselesaikan juga melalui UU Pers dan jangan melalui pasal-pasal ketentuan pidana yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Selain itu, hakim juga menyatakan bahwa surat keluhan Aseng tidak bisa disebut mewakili kepentingan umum karena hanya sekitar 20 dari 3.000 pemilik kios ITC yang mengeluhkan hal tersebut.

Pihak Aseng menyatakan akan banding. Penasehat hukumnya Hendrayana, yang juga ketua Lembaga bantuan hukum untuk Pers mengatakan bahwa putusan ini merupakan preseden buruk bagi kebebasan mengeluarkan pendapat melalui surat pembaca.

Nah dari kasus ini pelajaran apa yang harus kita petik? Apapun pendapat kita tentang putusan Pengadilan tersebut, kita harus mulai berhati-hati dalam mengemukakan keluhan/komplain ataupun tuduhan baik melalui surat pembaca, email, mailist, blog atau yang lain. Meskipun kita merasa dipihak yang benar dan dirugikan oleh pihak lain, hendaknya harus mengumpulkan data, dan bukti-bukti yang cukup untuk menghadapi tuntutan balik ataupun masalah pidananya. Hal ini penting diperhatikan karena harus diakui semua pihak bahwa perlindungan terhadap konsumen di Indonesia masih lemah, undang-undang dan sistim hukum/peradilan masih perlu kejelasan, serta sejauh mana kebebasan mengeluarkan pendapat dijamin.

Baca juga:

Kiosk Owner Appeals Guilty Verdict In Defamation Case Filed by Developer